Sabtu, 02 September 2017

RESONANSI KEMERDEKAAN

Resonansi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Tanggal tujuh belas bulan delapan tahun seribu sembilan ratus empat puluh lima, adalah tonggak sejarah bangsa ini yang memberi suatu harapan besar kepada segenap rakyat bangsa ini. Namun setelah 72 tahun menunggu dan sebagian besar saksi sejarahnya sudah meninggal dunia termasuk yang ketika peristiwa bersejarah tersebut mendengarnya tapi belum mengerti apa-apa sudah lebih dulu menghadap Ilahi sebelum sempat mencicipi arti kemerdekaan. Dasar yang menjadi landasan dapat di proklamirkannya kemerdekaan bangsa ini oleh proklamator Soekarno Hatta tersebut tercantum dalam pembukaan undang-undang dasar 1945, yang merupakan induk dari segala aturan dan undang-undang yang berlaku di negara ini. Tidak boleh ada satupun aturan dan undang-undang yang boleh bertentangan atau tidak sejalan dengan UUD 1945.
Pembukaan undang-undang dasar 1945 tersebut menyatakan bahwa "atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan yang luhur untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia dengan berdasarkan kepada ... yaitu isinya Panca Sila”. Sila ketiga yaitu “ Persatuan Indonesia” dan sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menjadi dua hal yang sekarang cukup mempirhatinkan segenap tokoh bangsa ini. Karena kenyataannya sejak 72 tahun lalu sampai sekarang yang menikmati rahmat kemerdekaan tersebut hanya segelintir orang saja begitu juga dengan yang meneruskan keinginan luhur para pendiri bangsa juga segelintir pemimpin saja. Berapa persen rakyat yang menikmati kemerdekaan ini, yang jelas kekayaan 4 orang terkaya negeri ini setara dengan kekayaan 100 juta rakyat miskin negeri ini, begitu juga dengan berapa persen dari pemimpin bangsa sekarang ini yang masih punya keinginan yang luhur untuk membangun bangsa dan memakmurkan rakyat ini. Dua dari tiga point penting pembukaan UUD 1945 tersebut sepertinya malah semakin jauh dari sasarannya atau malah sedang menuju ke arah yang berlawanan atau kebalikannya. Kecuali yang terakhir yaitu “supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas”, sejak reformasi dan tumbangnya rezim otoriter orde baru hal tersebut telah dinikmati oleh rakyat ini. Namun pertanyaan pentingnya “Apakah kebebasan tersebut telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan kepada seluruh rakyak bangsa ini?”. Jawabannya jelas lebih banyak TIDAK dari pada YA. Karena kebebasan yang seharunya dapat menjadi faktor kuat pendorong kemajuan dan kemampuan anak bangsa ini untuk meningkatkan taraf dan kualitas hidup mereka masing-masing serta mampu berkompetisi dengan masyarakat bangsa lainnya. Justru oleh sebagian besar rakyat bangsa ini kebebasan tersebut malah disalah gunakan untuk hal-hal yang tidak produktif dan tidak positif sehingga justru sekarang menjadi masalah besar yang harus segera diselasaikan. Karena kebebasan tersebut telah banyak yang disalah gunakan untuk hal-hal negatif seperti bebas membuat partai, bebas membuat organisasi, bebas berbicara dan bebas lainnya termasuk meresa bebas mengumbar dan menyebarkan kebencian kepada siapa saja yang tidak disuka.
Apa saja dampak negatif dari kebebasan yang telah diraih tersebut ?

1.        Kebebasan mendirikan partai politik dan organisasi telah menyebabkan sebagian tokoh-tokohnya menghalalkan segala cara untuk memperoleh dana demi kepentingan jalan organisasinya. Sehingga banyak sekali tokoh-tokoh yang tertangkap korupsi beralasan mengumpulkan pundi-pundi untuk kepentingan organisasinya.
2.        Kebebasan untuk maju dipilih jadi pemimpin walau mungkin belum punya kemampuan, baik kemampuan pribadi maupun kemampuan finansial sehingga banyak yang tersangkut korupsi dengan alasan mengumpulkan dana untuk kepentingan pemilihan berikutnya atau pemilihan yang lebih tinggi.
3.        Kebebasan berbicara dan berkomunikasi, telah menyebabkan sebagian masyarakat tidak lagi memperhatikan batasan norma-norma adab, etika dan sopan santun sehingga boro-boro menghormati dan menghargai orang yang lebih tua atau lebih tinggi. Ujaran kebencian diumbar dan disebarkan dengan suka-suka serta sering menimbulkan perpecahan diantara sesama anggota masyarakat, bahkan antar sesama saudara karena berbeda idola. Dan hal ini jika tidak segera ditangani bisa berujung kepada perpecahaan bangsa.

Kita tentunya tidak boleh pesismis dengan semua gejala kurang baik diatas, tetapi kita juga tidak boleh terlalu optimis karena negara sekuat negara super power Uni Sovyet saja bisa hancur berkeping-keping. Resonansi semangat pemuda yang menggelorakan semangat persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928 atau 17 tahun sebelum kemerdekaan dan 89 tahun yang lalu seharusnya bisa dijadikan pedoman oleh segenap lapisan masyarakat bangsa ini. Siklus tujuh abad yang diawali dengan kejayaan kerajaan Sriwijaya abad ke tujuh masehi dan kejayaan kerajaan Majapahit abad ke 14 Masehi bisa dijadikan harapan semoga abad ke 21 Masehi bangsa ini menjadi jaya kembali.
Dengan apa semangat optimis tersebut bisa diujudkan? Utamanya adalah dengan memulai memperbaiki diri sendiri, berbuat apa yang bisa diperbuat untuk perbaikan negeri ini dan jangan sesekali mencari salah orang lain atau menunggu orang lain yang berbuat duluan.
Demikian, sekedar pemikiran sederhana dari anak bangsa yang merasa pirhatin dengan kehidupan berbangsa saat ini dan mungkin dapat menginspirasi sebagian anggota masyarakat untuk ikut berbuat.
Jakarta, 2 September 2017



Dedi Mahardi
Penulis buku utama KPK “Integritas Bangsaku”
Penulis buku Best Seller “ Revolusi Mental”
Peraih 2 kali The best Innovator nasional bidang Teknologi.

  


Tidak ada komentar: