Resonansi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Tanggal
tujuh belas bulan delapan tahun seribu sembilan ratus empat puluh lima, adalah
tonggak sejarah bangsa ini yang memberi suatu harapan besar kepada segenap
rakyat bangsa ini. Namun setelah 72 tahun menunggu dan sebagian besar saksi
sejarahnya sudah meninggal dunia termasuk yang ketika peristiwa bersejarah
tersebut mendengarnya tapi belum mengerti apa-apa sudah lebih dulu menghadap
Ilahi sebelum sempat mencicipi arti kemerdekaan. Dasar yang menjadi landasan dapat
di proklamirkannya kemerdekaan bangsa ini oleh proklamator Soekarno Hatta tersebut
tercantum dalam pembukaan undang-undang dasar 1945, yang merupakan induk dari
segala aturan dan undang-undang yang berlaku di negara ini. Tidak boleh ada satupun
aturan dan undang-undang yang boleh bertentangan atau tidak sejalan dengan UUD
1945.
Pembukaan
undang-undang dasar 1945 tersebut menyatakan bahwa "atas berkat rahmat
Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan yang luhur untuk berkehidupan
kebangsaan yang bebas maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia dengan
berdasarkan kepada ... yaitu isinya Panca Sila”. Sila ketiga yaitu “ Persatuan
Indonesia” dan sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”
menjadi dua hal yang sekarang cukup mempirhatinkan segenap tokoh bangsa ini.
Karena kenyataannya sejak 72 tahun lalu sampai sekarang yang menikmati rahmat
kemerdekaan tersebut hanya segelintir orang saja begitu juga dengan yang
meneruskan keinginan luhur para pendiri bangsa juga segelintir pemimpin saja.
Berapa persen rakyat yang menikmati kemerdekaan ini, yang jelas kekayaan 4
orang terkaya negeri ini setara dengan kekayaan 100 juta rakyat miskin negeri
ini, begitu juga dengan berapa persen dari pemimpin bangsa sekarang ini yang masih
punya keinginan yang luhur untuk membangun bangsa dan memakmurkan rakyat ini. Dua
dari tiga point penting pembukaan UUD 1945 tersebut sepertinya malah semakin
jauh dari sasarannya atau malah sedang menuju ke arah yang berlawanan atau
kebalikannya. Kecuali yang terakhir yaitu “supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas”, sejak reformasi dan tumbangnya rezim
otoriter orde baru hal tersebut telah dinikmati oleh rakyat ini. Namun pertanyaan
pentingnya “Apakah kebebasan tersebut telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan
kepada seluruh rakyak bangsa ini?”. Jawabannya jelas lebih banyak TIDAK dari
pada YA. Karena kebebasan yang seharunya dapat menjadi faktor kuat pendorong
kemajuan dan kemampuan anak bangsa ini untuk meningkatkan taraf dan kualitas
hidup mereka masing-masing serta mampu berkompetisi dengan masyarakat bangsa
lainnya. Justru oleh sebagian besar rakyat bangsa ini kebebasan tersebut malah
disalah gunakan untuk hal-hal yang tidak produktif dan tidak positif sehingga
justru sekarang menjadi masalah besar yang harus segera diselasaikan. Karena
kebebasan tersebut telah banyak yang disalah gunakan untuk hal-hal negatif
seperti bebas membuat partai, bebas membuat organisasi, bebas berbicara dan
bebas lainnya termasuk meresa bebas mengumbar dan menyebarkan kebencian kepada
siapa saja yang tidak disuka.
Apa
saja dampak negatif dari kebebasan yang telah diraih tersebut ?
1.
Kebebasan mendirikan partai
politik dan organisasi telah menyebabkan sebagian tokoh-tokohnya menghalalkan
segala cara untuk memperoleh dana demi kepentingan jalan organisasinya.
Sehingga banyak sekali tokoh-tokoh yang tertangkap korupsi beralasan
mengumpulkan pundi-pundi untuk kepentingan organisasinya.
2.
Kebebasan untuk maju dipilih jadi
pemimpin walau mungkin belum punya kemampuan, baik kemampuan pribadi maupun
kemampuan finansial sehingga banyak yang tersangkut korupsi dengan alasan
mengumpulkan dana untuk kepentingan pemilihan berikutnya atau pemilihan yang
lebih tinggi.
3.
Kebebasan berbicara dan
berkomunikasi, telah menyebabkan sebagian masyarakat tidak lagi memperhatikan
batasan norma-norma adab, etika dan sopan santun sehingga boro-boro menghormati
dan menghargai orang yang lebih tua atau lebih tinggi. Ujaran kebencian diumbar
dan disebarkan dengan suka-suka serta sering menimbulkan perpecahan diantara
sesama anggota masyarakat, bahkan antar sesama saudara karena berbeda idola.
Dan hal ini jika tidak segera ditangani bisa berujung kepada perpecahaan
bangsa.
Kita
tentunya tidak boleh pesismis dengan semua gejala kurang baik diatas, tetapi kita
juga tidak boleh terlalu optimis karena negara sekuat negara super power Uni
Sovyet saja bisa hancur berkeping-keping. Resonansi semangat pemuda yang
menggelorakan semangat persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928 atau 17 tahun
sebelum kemerdekaan dan 89 tahun yang lalu seharusnya bisa dijadikan pedoman
oleh segenap lapisan masyarakat bangsa ini. Siklus tujuh abad yang diawali
dengan kejayaan kerajaan Sriwijaya abad ke tujuh masehi dan kejayaan kerajaan
Majapahit abad ke 14 Masehi bisa dijadikan harapan semoga abad ke 21 Masehi
bangsa ini menjadi jaya kembali.
Dengan
apa semangat optimis tersebut bisa diujudkan? Utamanya adalah dengan memulai
memperbaiki diri sendiri, berbuat apa yang bisa diperbuat untuk perbaikan
negeri ini dan jangan sesekali mencari salah orang lain atau menunggu orang
lain yang berbuat duluan.
Demikian,
sekedar pemikiran sederhana dari anak bangsa yang merasa pirhatin dengan
kehidupan berbangsa saat ini dan mungkin dapat menginspirasi sebagian anggota
masyarakat untuk ikut berbuat.
Jakarta,
2 September 2017
Dedi
Mahardi
Penulis
buku utama KPK “Integritas Bangsaku”
Penulis
buku Best Seller “ Revolusi Mental”
Peraih
2 kali The best Innovator nasional bidang Teknologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar