Minggu, 18 Oktober 2015

Dialog di Padang Mahsyar

Dialog di Padang Mahsyar.

Tema ; Tertib, Aman dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan
Diakhir zaman atau lebih dikenal di Padang Mashar semua orang dikumpulkan untuk dihitung amal kebaikan dan amal keburukannya atau pahala dan dosanya. Sebagian yang sudah nyata-nyata lebih banyak dosa dari pahalanya sudah mendapat buku catatan berwarna merah yang berarti masuk neraka. Sebagian lagi mendapat buku catatan berwarni hijau yang berarti lebih banyak pahala dari pada dosanya alias masuk surga. Namun ada sebagian yang belum mendapatkan buku catatan karena ketika akan diberikan buku catatan berwarna merah mereka menolaknya. Mereka ini merasa jauh lebih banyak pahalanya dari pada dosanya bahkan mereka merasa tak berdosa sama sekali karena selama ini mereka rajin beribadah dan membaca kitab suci serta menjalankannya. Apalagi ketika mereka tahu sebagian yang dapat buku catatan berwarna hijau pernah mereka ajari membaca kitab suci dan mereka beri ceramah, sebagian lagi merasa lebih banyak bersedekah dibandingkan dari sebagian yang sudah masuk surga atau menerima buku catatan berwarna hijau. Bahkan ada satu Orang merasa pernah mendirikan rumah ibadah dan memberi makan serta biaya pendidikan anak yatim sehingga sangat yakin akan masuk surga.
Beberapa orang ini ketika akan diberikan malaikat buku catatan berwarna merah langsung menolak tidak terima dan mengira ini pasti ada kesalahan.
“Arif bin Fulan ini buku catatanmu selama di dunia!” Kata Malaikat memanggil Arif.
“Malaikat, ini pasti keliru saya tidak mungkin masuk neraka karena saya ini dari kecil sudah jadi santri lalu setelah dewasa jadi mubaligh dan ustadz. Justru saya banyak mengajak Orang- Orang menjadi Orang yang taat kepada Tuhan!”. Bantah Arif dan tidak mau menerima buku catatannya.
“Kami para malaikat tidak mungkin salah atau lupa karena kami selalu menulis apa saja yang engkau perbuat selama di dunia langsung saat engkau berbuat.” Jawab Malaikat lagi
“Baiklah tapi tolong diklarifikasi apa dosa dan kesalahan saya.” Balas Arif.
“Sebenarnya kamu memang harusnya menerima buku catatan berwarna hijau, tetapi ada beberapa kesalahan yang kamu lakukan waktu di dunia yang tidak pernah kamu sadari krena kamu selalu merasa benar. Maka sementara waktu peganglah buku catatan warna merah dulu.” Kata Malaikat lagi.
“Apa kesalahan saya itu wahai Malaikat? Saya merasa tidak pernah berbuat dosa?” jawab Arif.
“Kesalahan kamu adalah kalau mengendarai mobil mewahmu selalu di jalur kanan padahal kamu pelan sehingga banyak pengendara lain yang ketinggalan sholatnya karena terlambat sampai di masjid untuk sholat. Kalau kamu berkendaraan di jalur kiri dan beri dia jalan maka dia bisa sholat dan tidak ketinggalan sholat” jawab Malaikat.
“Lha saya kan tidak tahu apa saja keperluan Orang-Orang yang berkendaran yang sebanyak itu? Dan lagian itukan cuma kesalahan kecil” Sanggah Arif lagi.
“Menurut kamu kecil tapi itu bertahun-tahun kamu lakukan dan banyak Orang sudah terhalang berbuat baik dan mengerjakan perintah Tuhan karena kebiasaan buruk kamu itu. Harusnya sebagai Ustadz kamu menjadi teladan buat masyarakat banyak, termasuk harus memakai helm kalau naik sepeda motor walaupun kamu memakai sarung dan sorban” Jelas Malaikat lagi.
“Tapi  tentang itu tidak ada dalam al quran wahai Malaikat!” jawab Arif lagi sepertinya belum bisa terima.
“Kamu baca lagi surat Annisa ayat 59 bahwa semua umat wajib patuh kepada umaro atau pemerintah termasuk aturannya selama tidak bertentangan dengan aturan Tuhan.” Jawab Malaikat.
“Selain itu aturan mana lagi wahai Malaikat?” tanya Arif lagi karena penasaran
“Kamu baca hadist yang artinya ;
“Barang siapa yang dapat menginspirasi orang lain berbuat baik maka orang tersebut akan mendapat pahala dari perbuatan baik orang lain tersebut tanpa mengurangi pahala dari orang yang berbuat baik tersebut. sebaliknya juga begitu yaitu barang siapa yang menginspirasi atau menyebabkan orang lain berbuat jahat atau dosa maka orang tersebut juga akan mendapat dosa dari perbuatan dosa orang lain tersebut.” Jelas Malaikat lagi.
“Baiklah wahai Malaikat, saya menyesal karena dulu tidak peduli dengan urusan Orang lain apalagi di jalanan. Berapa lama saya memegang buku catatan warna merah ini dan kapan diganti buku catatan warna hijau?” tanya Arif.
“Kira-kira satu tahun sampai kamu benar-benar menyesal atas perbuatan kamu.” Jawab Malaikat.
Setelah Arif bisa menerima konsekwensi atas perbuatanya di dunia maka Malaikat melanjutkan memanggil Budi.
“Budi bin Fulan, ini buku catatanmu! Panggil Malaikat
“Kenapa saya menerima buku catatan warna merah juga wahai Malaikat? Padahal saya masih muda sudah meninggal karena kecelakaan dan saya belum sempat berbuat dosa kecuali berbuat baik dan beribadah saja?” Protes Budi
“Iya, karena kamu mengendari sepeda motor melawan arus lalu tabrakan yang mengakibatkan kamu meninggal begitu juga pengendara sepeda motor yang kamu tabrak. Akibatnya anak-anak dari pengendara sepeda motor yang kamu tabrak tersebut menjadi anak yatim lalu hidup empat Orang anak yatim tersebut jadi sengsara.” Jelas Malaikat.
“Lha kan saya juga meninggal wahai Malaikat? Jadi impaskan?“ bantah Budi lagi.
“Bukan impas, justru kamu lah yang menyebabkan kecelakaan tersebut sehingga Orang yang kamu tabrak tersebut justru sekarang sudah masuk surga karena disamping amal ibadahnya banyak. Ditambah dengan meninggal karena kamu tabrak tersebut dia termasuk kamu bunuh lewat kecelakaan sehingga dosanya dihapus Tuhan.” Jelas Malaikat lagi.
“Saya sangat menyelas wahai Malaikat, padahal saya hanya ikut-ikutan saja karena melihat Orang berkendaraan melawan harus lebih cepat sampai maka saya coba juga.” Sesal Budi.
“Justru hidup tidak boleh ikut-ikutan karena Tuhan sudah memberikan tuntunan hidup dari Kitab suci yang tidak pernah salah dan selalu sesuai dengan semua zaman.” jelas Malaikat lagi
“Jadi berapa lama saya harus memegang buku catatan warna merah ini baru diganti menjadi berwana hijau wahai Malaikat?” tanya Budi.
“Kira-kira dua puluh tahun.” Jawab malaikat
“Lho kenapa lama sekali?” Protes Budi
“Hampir sama dengan hukuman Orang menyebabkan Orang lain meninggal duniakan?” jawab Malaikat lagi.
“Baiklah wahai Malaikat, saya sangat menyesal sekali.” Jawab Budi penuh penyesalan.  
Berikutnya Malaikat memanggil seorang lagi yang juga tidak mau meneriman catatan berwarna merah karena merasa sangat yakin akan masuk surga.
“Condro bin Fulan, ini buku catatan kamu! Panggil Malaikat
“Saya juga protes wahai Malaikat. Karena saya merasa amal ibadah dan amal kebaikan saya jauh lebih banyak dari dosa dan keburukan saya, malah saya merasa belum pernah dengan sengaja berbuat dosa atau melalaikan perintah Tuhan.” Jelas Condro
“Ya catatan kebaikan kamu memang bagus, malah kamu anak yang sangat berbakti kepada kedua orang tuamu serta jadi teladan buat adik-adik kamu.” Jelas Malaikat.
“Lha kalau begitu seharusnya saya langsung menerima buku cacatan warna hijau dong? Apalagi kata ajaran ustadz saya Surga itu dibawah telapak kaki ibu dan saya sangat sayang serta berbakti kepada Ibu.” Jawab Condro lagi.
“Iya tapi karena kebiasaan kamu ada orang yang seharusnya bisa diselamatkan dan bisa cepat sampai di rumah sakit jadi tidak bisa diselamatkan gara-gara kamu.” Jelas Malaikat lagi.
“Saya merasa tidak pernah menghambat ambulan yang membawa Orang sakit wahai Malaikat.” Sanggah Condro.
“Menghambat secara langsung memang tidak pernah, tetapi karena kamu sering pakirkan sepeda motor kamu di tengah jalan underpass waktu berteduh dari hujan sehingga jalanan jadi macet. Dari catatan saya beberapa kali ambulan yang sedang membawa orang sakit terlambat sampai di unit gawat darurat Rumah sakit gara-gara tindakan kamu dan teman-teman kamu parkir ditengah jalan tersebut.” Jelas Malaikat.
“Saya benar-benar menyesal wahai Malaikat, saya tidak tahu bahwa ada Orang yang bisa celaka dan tidak dapat diselamatkan gara-gara hal sepele tersebut.” Sesal Condro dengan sedih.
“Justru karena itu maka buku catatan kamu harus kami beri buku merah dulu, sampai kamu selesai menjalankan hukuman akibat keteledoran kamu di dunia dulu itu.” Jawab Malaikat lagi.
“Berapa lama buku catatan saya diganti dengan buku catatan berwarna hijau wahai Malaikat?” tanya Condro.
“Sepuluh tahun baru kami ganti dengan buku catatan berwarna hijau, sama seperti hukuman di dunia Orang-Orang yang akibat kelalaiannya Orang meninggal dunia.” Jelas Malaikat lagi.
“Padahal kalau saya tidak pernah parkir di tengah jalan sewaktu hujan dan berteduh, saya akan langsung masuk surga ya wahai Malaikat? Tanya Condro.
“Benar sekali.” Jawab Malaikat.
“Saya benar-benar menyesal wahai Malaikat, padahal waktu itu saya bisa parkir dipinggir. Kenapa saya jadi ikutan Orang-Orang yang parkir ditengah jalan itu? Kembali Condro menyesali dirinya.
“Sesal memang datangnya kemudian Condro, makanya ketika di dunia dulu kamu harusnya banyak introspeksi diri sehingga tidak merasa benar saja.” jelas Malaikat lagi.
Dengan tertunduk sedih Condro akhirnya menerima buku catatan berwarna merah tersebut.
Lalu Malaikat memanggil Orang keempat yang tidak mau menerima begitu saja buku catatannya berwarna merah tersebut.
“Dandi bin Fulan, ini buku catatan kamu!” panggil Malaikat kepada Dandi.
“Wahai Malaikat, kenapa buku catatan saya berwarna merah? Padahal saya meninggal usia muda dan belum banyak berbuat dosa bahkan bercita-cita ingin menjadi jenderal yang baik dan taat beragama. Saya ingin jadi jenderal yang baik yang jujur dan jadi teladan banyak Orang seperti jendral Hoegeng tapi tidak kesampaian.” Protes Dandi.
“Memang niat baik kamu sudah kami catat sebagai amal kebaikan, tetapi waktu muda tersebut kamu sering menerobos lampu merah dan menerobos jalur bus way lalu ditangkap polisi.” Jelas Malaikat.
“Lalu apa salah dan dosa saya wahai Malaikat? Tidak satupun perintah Tuhan yang saya abaikan dan tidak satupun larangan Tuhan yang saya kerjakan.” Sanggah Dandi.
“Iya waktu kamu menerobos lampu merah dan menerobos jalur busway lalu kamu di setop oleh polisi kamu selalu menyuap polisi kan? “ tanya Malaikat.
“Benar wahai malaikat, tapi apa salahnya? Kan sama-sama suka dan dari pada merepotkan serta  membuang waktu harus sidang pelanggaran lalu lintas, saya tidak ada waktu.” Jelas Dandi.
“Pertama kesalahan kamu adalah memberi suap atau uang yang haram kepada petugas polisi tersebut padahal seharusnya polisi tersebut bisa memberikan anak istrinya dengan uang halal. Kedua kamu bercita-cita menjadi jenderal yang jujur tetapi kamu sudah memulainya dengan perbuatan tidak jujur. Ketiga kamu meninggal karena kecelakaan akibat menerobos lampu merah itu sama hukumannya dengan orang yang mati bunuh diri karena sudah tahu berbahaya tapi kamu tempuh juga.” Jelas Malaikat.
“Wah kok separah itu akibatnya wahai Malaikat? Tanya Dandi
“Memang iya, bahkan sopir yang menabrak kamu sampai meninggal tersebut masuk penjara dan anak istrinya jadi sengsara karena tidak ada yang memberi nafkah mereka.” Jelas Malaikat lagi.
“Kenapa Sopir itu masuk penjara Malaikat? Kan saya yang salah? Kalau saya tidak meninggal karena kecelakaan tersebut maka saya akan bela sopir truk tersebut.” Jelas Dandi lagi
“Ya begitulah hukum dunia tidak ada yang benar-benar adil” jelas Malaikat lagi.
“Kenapa saya tidak diberi kesempatan berusia panjang dan jadi jenderal yang baik kayak pak Hoegeng wahai Malaikat? Tanya Dandi lagi.
“Kamu tidak mungkin jadi jenderal yang baik dan jujur karena hari-hari kamu sering dimarahin dan ditangkap oleh kopral polisi anak buahnya pak Hoegeng.” Jelas Malaikat lagi.
“Saya benar-benar menyesal wahai Malaikat.” Sesal Dandi lagi
“Simpanlah sesal kamu itu sepuluh tahun sampai buku catatan kamu nanti kami ganti dengan buku catatan berwarna hijau.” Kata Malaikat lagi.
Dengan saling berpandangan dan penyesalan yang dalam Arif, Budi, Condro dan Dandi melangkah sambil memegang buku catatan berwarna merah menuju neraka. Malaikatpun melihat dengan sedih Orang-Orang yang sangat yakin langsung masuk surga tersebut jalan sambil tertunduk penuh arti sambil berkata.
“Makanya seharusnya waktu di dunia kalian lebih banyak menghindar dari keburukan dan dosa karena Tuhan memerintahkan untuk mendahulukan atau prioritaskan menghindar dari kejehatan dan dosa”

Selamat menikmat
Jakarta, 18 Oktober 2015



Dedi Mahardi

Rabu, 14 Oktober 2015

Buku Integritas bangsaku~ dulu, kini dan nanti Segera terbit oleh Elexmedia Gramedia

"Memotong satu generasi untuk membuat bangsa ini lebih baik sepertinya bukan solusi karena banyak generasi mudah sudah terkontaminasi. Yang dapat dilakukan adalah melahirkan dan membangun Character integrity dengan cara :

1.Selalu ingat Tuhan dan tujuan hidup di dunia yang sementara.
2.Tanggung jawab setiap orang tua kepada Tuhan untuk menjadikan anaknya selain sukses juga berkarakter dan berintegritas atau taat dengan cara memberikan keteladanan.
3.Berusaha selalu jujur pada diri sendiri, kepada Tuhan dan kepada Orang lain.
4.Berusaha lebih banyak berbuat dari pada bicara dan lempar wacana terutama pemimpinnya.
5.Memasyarkatkan hidup bermasyarakat yang lebih bangga dan bahagia dengan sederhana dari pada kaya tapi diragukan asal kekayaannya.
6.Berusaha selalu membela kebenaran dan tidak mendiamkan kezaliman.
7.Selalu berusaha bermanfaat buat orang lain karena kecurangan sering muncul akibat egois mencari keuntungan sendiri. Gunakan filosofi pohon pisang yang berpantang mati sebelum berbuah walau ditebas berkali-kali"

Demikian...terima kasih


best Regard



dedi mahardi